Perang Saparua adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku melawan penjajahan kolonial Belanda. Perang ini terjadi pada tahun 1817 di Pulau Saparua, Maluku, dan dipimpin oleh Pattimura (Kapitan Pattimura), seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia yang dikenal karena keberaniannya dalam melawan kekuasaan kolonial.
Berikut adalah kisah lengkap tentang tragedi Perang Saparua:
Latar Belakang Perang Saparua
Setelah kekalahan Napoleon Bonaparte, Belanda mendapatkan kembali wilayah jajahannya dari Inggris pada tahun 1816, termasuk wilayah Maluku. Kembalinya Belanda membawa kebijakan yang sangat memberatkan rakyat, seperti:
Kebijakan ini menimbulkan ketidakpuasan yang besar di kalangan masyarakat Maluku, khususnya di Pulau Saparua, yang kemudian menjadi pusat perlawanan.
Pattimura: Pemimpin Perang
Thomas Matulessy, yang lebih dikenal dengan nama Kapitan Pattimura, adalah seorang mantan tentara Inggris yang berasal dari Maluku. Dengan pengalaman militernya, Pattimura menjadi pemimpin utama dalam perlawanan rakyat Maluku melawan Belanda.
Pattimura bersama para tokoh lokal seperti Christina Martha Tiahahu, Anthony Rebok, dan Philip Latumahina menyusun strategi untuk mengusir Belanda dari Saparua dan sekitarnya.
Pecahnya Perang Saparua
Pada tanggal 14 Mei 1817, perlawanan dimulai dengan penyerangan terhadap Benteng Duurstede di Saparua, yang menjadi simbol kekuasaan Belanda di wilayah tersebut. Pattimura dan pasukannya berhasil merebut benteng itu setelah pertempuran sengit.
Dalam penyerangan ini, Residen Van den Berg yang merupakan pejabat tinggi Belanda di Maluku, bersama keluarganya dan beberapa prajurit Belanda, terbunuh. Kejadian ini mengejutkan pemerintah kolonial di Batavia (sekarang Jakarta).
Perlawanan yang Meluas
Setelah keberhasilan di Saparua, perlawanan rakyat Maluku meluas ke pulau-pulau lain seperti Seram, Haruku, dan Nusalaut. Pattimura berhasil menggalang kekuatan rakyat untuk melawan Belanda dengan persenjataan sederhana, seperti tombak, panah, dan parang.
Namun, meskipun memiliki semangat juang yang tinggi, pasukan Pattimura menghadapi kesulitan karena keterbatasan senjata dan logistik dibandingkan dengan pasukan Belanda yang memiliki persenjataan lebih modern.
Penangkapan dan Eksekusi Pattimura
Belanda mengirimkan pasukan besar-besaran untuk merebut kembali kendali atas Saparua dan pulau-pulau sekitarnya. Setelah serangkaian pertempuran yang sengit, Pattimura akhirnya tertangkap pada bulan November 1817.
Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura dihukum mati dengan cara digantung di depan Benteng Victoria, Ambon. Eksekusi ini dimaksudkan oleh Belanda untuk memadamkan semangat perlawanan rakyat Maluku.