Pulau Buru dikenal sebagai salah satu lokasi penahanan bagi ribuan tahanan politik pasca-peristiwa G30S/PKI pada 1965-1966. Sementara istilah “genosida” sering digunakan untuk menggambarkan pembunuhan massal dalam konteks ini, di Pulau Buru secara spesifik terjadi bentuk penahanan paksa, kerja paksa, serta perlakuan yang tidak manusiawi terhadap mereka yang dituduh terlibat atau berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Latar Belakang
Pulau Buru sebagai Kamp Tahanan
Kondisi di Pulau Buru
- 1. Kerja paksa :
- Para tahanan dipaksa bekerja keras, seperti membuka lahan untuk pertanian, membangun infrastruktur, dan proyek lainnya, tanpa kompensasi yang layak.
- Kondisi kerja sering kali melibatkan kekerasan fisik dan pengawasan ketat oleh militer.
- 2. Kondisi Hidup yang Buruk:
- Kekurangan makanan dan air bersih.
- Penyakit seperti malaria dan disentri merajalela, mengakibatkan banyak kematian di kamp.
- Tidak ada akses ke perawatan medis yang memadai
- 3. Perlakuan Tidak Manusiawi:
- Banyak tahanan mengalami penyiksaan fisik dan mental.
- Keluarga tahanan jarang diberi izin untuk mengunjungi mereka, memperparah penderitaan emosional.
- 4. Indoktrinasi:
- Para tahanan dipaksa untuk “direhabilitasi” melalui indoktrinasi politik yang mendukung Orde Baru.